Scan barcode
A review by clavishorti
Memori sang Primadona by Evelyn Faniya
dark
emotional
mysterious
sad
tense
fast-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? No
- Loveable characters? No
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
2.0
Di tengah sorotan gemerlap yang terus mengelilinginya, sang primadona yang telah lama dipuja-puji seantero negeri mendapati dirinya terperangkap dalam mimpi yang mencekam dan penuh teka-teki. Dalam setiap malam yang berlalu, ia diburu oleh gambaran kelam di mana ia sendiri, dengan tangan terbungkus dalam kegelapan, mencekik dan membunuh sosoknya sendiri. Awalnya, ia mengira mimpi-mimpi tersebut hanyalah cerminan dari trauma paska-kecelakaan yang baru-baru ini menimpa dirinya. Namun, semakin sering ia terjaga dalam kepanikan, semakin nyata mimpi-mimpi itu terasa, seolah-olah menyelam ke dalam kedalaman ingatan yang samar. Meski begitu, ia tidak pernah benar-benar mengingat peristiwa tersebut.
Apa yang sebenarnya tersembunyi di balik mimpi-mimpi mencekam ini?
Memori sang Primadona karya Evelyn Faniya menawarkan premis yang menjanjikan, namun eksekusi naratif dalam buku ini belum mampu memenuhi harapan saya secara penuh. Premis yang diusung, yang menjanjikan kisah penuh intrik dan emosi, sepertinya menawarkan potensi besar untuk menjadi sebuah karya yang mendalam dan memikat. Namun, meskipun ide dasar cerita memiliki daya tarik, pelaksanaan yang kurang terstruktur dan narasi yang agak berantakan membuat pengalaman membaca terasa kurang memuaskan.
Dalam hal narasi, Memori sang Primadona menunjukkan kelemahan signifikan. Alur cerita terasa tidak konsisten dan sering kali disajikan dengan cara yang membingungkan. Perubahan mendadak dalam plot dan pengembangan karakter terkadang terasa tiba-tiba dan tidak terhubung dengan mulus, meninggalkan bolong-bolong yang signifikan dalam alur cerita. Ketiadaan transisi yang jelas antara berbagai bagian cerita menyebabkan pembaca sulit untuk mengikuti perkembangan yang sedang terjadi, dan menciptakan rasa frustrasi ketika harus mengisi kekosongan informasi yang tidak dijelaskan dengan memadai. Struktur naratif yang tidak teratur ini membuat pembaca merasa terputus dari inti cerita dan mengurangi keterlibatan emosional mereka.
Pembangunan plot dalam Memori sang Primadona terasa terburu-buru dan tidak memadai. Penulis tampak berusaha untuk mencakup terlalu banyak elemen dalam ruang lingkup cerita yang sempit, tanpa memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan cerita dengan cara yang memadai. Proses pengembangan yang tergesa-gesa ini menyebabkan alur cerita yang terkesan terputus-putus dan tidak terjalin dengan baik. Pembaca dibiarkan dengan sejumlah pertanyaan yang tidak terjawab dan ketidakpuasan terhadap bagaimana berbagai elemen cerita disatukan. Kurangnya kedalaman dalam pembangunan plot ini mengurangi keefektifan keseluruhan cerita, dan menghilangkan potensi yang bisa dicapai jika cerita dikembangkan dengan lebih hati-hati.
Penokohan dalam buku ini juga menjadi area yang cukup mengecewakan. Karakter-karakter dalam Memori sang Primadona tampak kurang berkembang dan tidak memiliki kedalaman yang memadai. Masing-masing karakter seolah-olah bergerak tanpa arah yang jelas, tanpa motivasi atau pendirian yang konsisten. Beberapa tokoh muncul di satu bagian cerita hanya untuk menghilang tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai peran atau kontribusi mereka terhadap alur utama. Hal ini menciptakan kesan bahwa karakter-karakter tersebut hanya berfungsi sebagai pelengkap alur, tanpa memberikan dampak yang signifikan pada keseluruhan cerita. Kelemahan dalam penokohan ini membuat pembaca sulit untuk merasakan keterhubungan atau empati terhadap tokoh-tokoh yang ada, mengurangi dampak emosional yang seharusnya bisa dihasilkan oleh cerita.
Akhir cerita dalam buku ini merupakan bagian yang paling mengecewakan. Lonjakan waktu yang tiba-tiba dan drastis tanpa adanya penjelasan yang memadai sebelumnya menciptakan kesan bahwa resolusi cerita terlalu dipaksakan. Penulis seolah-olah melewatkan kesempatan untuk memberikan penutup yang memuaskan dan koheren, meninggalkan pembaca dengan rasa ketidakpastian dan kebingungan mengenai bagaimana semua elemen cerita seharusnya berakhir.
Secara keseluruhan, meskipun Memori sang Primadona karya Evelyn Faniya memiliki premis yang menarik dan tema yang berpotensi mendalam, pelaksanaan naratif dalam buku ini tidak berhasil memenuhi ekspektasi saya. Kekurangan dalam struktur narasi, pengembangan karakter, dan pembangunan plot membuat buku ini terasa kurang memuaskan dalam keseluruhan pengalaman membaca. Namun, selera membaca adalah hal yang sangat pribadi, dan mungkin ada pembaca lain yang menemukan keindahan dan daya tarik dalam buku ini sesuai dengan pandangan dan preferensi mereka sendiri. Saya mendorong Anda untuk membacanya sendiri dan menemukan apakah buku ini menyentuh dan memikat Anda dengan cara yang unik.
Graphic: Death, Murder, and Fire/Fire injury