Scan barcode
A review by clavishorti
Laut Bercerita by Leila S. Chudori
adventurous
challenging
dark
emotional
funny
hopeful
informative
inspiring
mysterious
reflective
sad
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? No
5.0
Laut Bercerita oleh Leila S. Chudori menghadirkan sebuah mahakarya yang bukan sekadar karya sastra biasa, melainkan perjalanan yang membangkitkan jiwa dan membawa pembaca merasakan setiap detik liku-liku ombak sejarah Indonesia. Tidak hanya membawa kita melalui masa kelam Orde Baru (1991-1998) di bawah pemerintahan otoriter Presiden Soeharto, tetapi juga menjelajahi jejak masa Reformasi (2000-2007) dengan penuh ketelitian.
Leila S. Chudori dengan cermat menautkan setiap benang sejarah, membuka tirai peristiwa-peristiwa yang menjadi perekat bangsa ini. Dari Aksi Tanam Jagung Blangguan (1993), bentuk penolakan terhadap lahan jagung yang akan dijadikan area latihan tentara, hingga peristiwa yang mengguncang batin: penculikan dan penghilangan para aktivis pada tahun 1998.
Pintu masuk cerita ini diawali dengan kisah dari Biru Laut Wibisana, seorang mahasiswa yang bukan hanya penulis ulung, tetapi juga pemikir tajam. Dengan penuh gairah, ia mendedikasikan dirinya untuk memperjuangkan keadilan dan demokrasi di tengah-tengah masa Orde Baru. Kisahnya meresap dalam kehangatan keluarga, akar kuat persahabatan, dan dinamika kisah cinta yang membara.
Melibatkan dua sudut pandang utama, yaitu Biru Laut Wibisana dan Asmara Jati, serta disertai dengan alur maju-mundur yang menggoda, cerita ini mengundang pembaca untuk merasakan petualangan di berbagai lokasi: kehangatan Seyegan, kekejaman Blangguan, pesona Ciputat, dan lainnya. Leila S. Chudori mengolah alur maju-mundur ini dengan penuh daya tarik, menggugah emosi pembaca agar terhanyut di lautan peristiwa, mulai dari momen yang menusuk hati hingga kehangatan kekeluargaan yang memikat.
Penokohan yang sangat cermat memastikan setiap karakter dalam buku ini terasa hidup, memberikan dimensi baru pada setiap elemen cerita. Penggambaran karakter yang mendalam membawa kita merasakan denyut nadi dan keberanian para aktivis yang berjuang di tengah tekanan rezim.
Buku ini adalah jendela terbuka ke masa-masa kelam Indonesia, mengungkapkan ketegangan politik dan dilema sosial yang begitu mendalam. Leila S. Chudori tidak hanya menyajikan fakta secara faktual, tetapi juga merangkai kehidupan sehari-hari menjadi lukisan hidup yang sulit dilupakan.
Dengan kata-kata yang lugas, Leila S. Chudori memberikan wadah untuk menggali memori kolektif masa Orde Baru. Representasi perlawanan gerakan mahasiswa bukan sekadar catatan sejarah, melainkan panggilan untuk refleksi, mengingatkan bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya.
Aksi tanam jagung, penculikan aktivis, dan setiap peristiwa yang terungkap menghadirkan pembaca sebagai saksi sejarah, merasakan getir dan getarnya masa itu. Sementara kita meresapi setiap halaman, buku ini juga membawa kita masuk ke dalam pembentukan Komisi Orang Hilang dan perjuangan dalam Aksi Kamisan. Bahkan, hingga saat ini, Aksi Kamisan masih dilakukan setiap hari Kamis di depan Istana Negara. Leila S. Chudori menggambarkan perjuangan mereka dengan detail yang membuat kita meresapi setiap momen rapat, konferensi, dan langkah-langkah berani dalam mencari keadilan.
Sebagai pembaca, kita bukan hanya menjadi saksi sejarah, melainkan turut terlibat dalam proses penyelidikan yang penuh ketegangan dan haru. Laut Bercerita tidak sekadar catatan hitam, melainkan seruan mendalam untuk tidak pernah berhenti memperjuangkan keadilan.
Bagi mereka yang hingga kini masih menikmati udara bebas tanpa sentuhan hukum, bahkan mungkin telah melupakan kekejaman yang pernah mereka lakukan, perlu menjalankan tanggung jawab atas perbuatan mereka hingga keadilan benar-benar ditegakkan. Kita akan menghidupkan kembali keberanian yang tegar untuk bersuara demi keadilan, membawa para korban dan keluarganya menuju pencapaian keadilan yang selama ini masih terpendam. Ingatlah, kebenaran tidak akan pernah terkubur, dan panggilan untuk keadilan harus bergema tanpa kenal lelah.
Sebagai suara keadilan yang tak boleh dibungkam, Laut Bercerita menegaskan bahwa kebebasan berpendapat adalah hak yang harus dijaga. Melalui pengalaman pahit dan perjuangan tajam dalam cerita ini, kita diajak memahami bahwa ketika kebenaran terancam, kita memiliki tanggung jawab untuk bersuara. Jangan biarkan keadilan terkubur dalam bayang-bayang sejarah. Semua ini mengingatkan kita akan kekuatan kata-kata untuk mengubah dunia, menegaskan bahwa dalam kebebasan berbicara, kita menemukan kekuatan untuk membentuk masa depan yang lebih baik dan adil.
Leila S. Chudori dengan cermat menautkan setiap benang sejarah, membuka tirai peristiwa-peristiwa yang menjadi perekat bangsa ini. Dari Aksi Tanam Jagung Blangguan (1993), bentuk penolakan terhadap lahan jagung yang akan dijadikan area latihan tentara, hingga peristiwa yang mengguncang batin: penculikan dan penghilangan para aktivis pada tahun 1998.
Pintu masuk cerita ini diawali dengan kisah dari Biru Laut Wibisana, seorang mahasiswa yang bukan hanya penulis ulung, tetapi juga pemikir tajam. Dengan penuh gairah, ia mendedikasikan dirinya untuk memperjuangkan keadilan dan demokrasi di tengah-tengah masa Orde Baru. Kisahnya meresap dalam kehangatan keluarga, akar kuat persahabatan, dan dinamika kisah cinta yang membara.
Melibatkan dua sudut pandang utama, yaitu Biru Laut Wibisana dan Asmara Jati, serta disertai dengan alur maju-mundur yang menggoda, cerita ini mengundang pembaca untuk merasakan petualangan di berbagai lokasi: kehangatan Seyegan, kekejaman Blangguan, pesona Ciputat, dan lainnya. Leila S. Chudori mengolah alur maju-mundur ini dengan penuh daya tarik, menggugah emosi pembaca agar terhanyut di lautan peristiwa, mulai dari momen yang menusuk hati hingga kehangatan kekeluargaan yang memikat.
Penokohan yang sangat cermat memastikan setiap karakter dalam buku ini terasa hidup, memberikan dimensi baru pada setiap elemen cerita. Penggambaran karakter yang mendalam membawa kita merasakan denyut nadi dan keberanian para aktivis yang berjuang di tengah tekanan rezim.
Buku ini adalah jendela terbuka ke masa-masa kelam Indonesia, mengungkapkan ketegangan politik dan dilema sosial yang begitu mendalam. Leila S. Chudori tidak hanya menyajikan fakta secara faktual, tetapi juga merangkai kehidupan sehari-hari menjadi lukisan hidup yang sulit dilupakan.
Dengan kata-kata yang lugas, Leila S. Chudori memberikan wadah untuk menggali memori kolektif masa Orde Baru. Representasi perlawanan gerakan mahasiswa bukan sekadar catatan sejarah, melainkan panggilan untuk refleksi, mengingatkan bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya.
Aksi tanam jagung, penculikan aktivis, dan setiap peristiwa yang terungkap menghadirkan pembaca sebagai saksi sejarah, merasakan getir dan getarnya masa itu. Sementara kita meresapi setiap halaman, buku ini juga membawa kita masuk ke dalam pembentukan Komisi Orang Hilang dan perjuangan dalam Aksi Kamisan. Bahkan, hingga saat ini, Aksi Kamisan masih dilakukan setiap hari Kamis di depan Istana Negara. Leila S. Chudori menggambarkan perjuangan mereka dengan detail yang membuat kita meresapi setiap momen rapat, konferensi, dan langkah-langkah berani dalam mencari keadilan.
Sebagai pembaca, kita bukan hanya menjadi saksi sejarah, melainkan turut terlibat dalam proses penyelidikan yang penuh ketegangan dan haru. Laut Bercerita tidak sekadar catatan hitam, melainkan seruan mendalam untuk tidak pernah berhenti memperjuangkan keadilan.
Bagi mereka yang hingga kini masih menikmati udara bebas tanpa sentuhan hukum, bahkan mungkin telah melupakan kekejaman yang pernah mereka lakukan, perlu menjalankan tanggung jawab atas perbuatan mereka hingga keadilan benar-benar ditegakkan. Kita akan menghidupkan kembali keberanian yang tegar untuk bersuara demi keadilan, membawa para korban dan keluarganya menuju pencapaian keadilan yang selama ini masih terpendam. Ingatlah, kebenaran tidak akan pernah terkubur, dan panggilan untuk keadilan harus bergema tanpa kenal lelah.
Sebagai suara keadilan yang tak boleh dibungkam, Laut Bercerita menegaskan bahwa kebebasan berpendapat adalah hak yang harus dijaga. Melalui pengalaman pahit dan perjuangan tajam dalam cerita ini, kita diajak memahami bahwa ketika kebenaran terancam, kita memiliki tanggung jawab untuk bersuara. Jangan biarkan keadilan terkubur dalam bayang-bayang sejarah. Semua ini mengingatkan kita akan kekuatan kata-kata untuk mengubah dunia, menegaskan bahwa dalam kebebasan berbicara, kita menemukan kekuatan untuk membentuk masa depan yang lebih baik dan adil.
Matilah engkau mati
Kau akan lahir berkali-kali...
Graphic: Confinement, Death, Gore, Sexual content, Torture, Violence, Kidnapping, and Grief
Moderate: Gun violence and Blood