Scan barcode
A review by clavishorti
Kuda by Panji Sukma
adventurous
challenging
dark
emotional
mysterious
reflective
sad
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? Plot
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
5.0
Kuda karya Panji Sukma adalah sebuah karya seni sastra yang memikat dengan intriknya, mengundang rasa ingin tahu yang terus berkobar. Kisah ini membawa kita masuk ke dalam dunia perjuangan, rahasia keluarga, dan takdir yang tersembunyi di balik selembar nama: Kuda, anak seorang empu terhormat. Pasca runtuhnya rezim Orde Baru, sang empu merasakan pahitnya kehilangan kuasa, dan kita pun diajak menyaksikan bagaimana takdir mulai bermain dalam kehidupan mereka.
Awalnya, saya meragukan keputusan sang empu yang memberi nama anaknya "Kuda", namun keraguan itu cepat menghilang seiring dengan kemampuan Panji Sukma dalam mempersembahkan alur yang menarik. Dia menggabungkan unsur-unsur magis, politik, budaya, cinta, dan kekerabatan dengan apik, membentuk kisah yang mengalir seiring penceritaan maju mundur yang menegangkan. Melalui proses ini, kita pun dihadapkan pada teka-teki tentang nasib karakter-karakter yang penuh daya tarik. Sang penulis berhasil menggali esensi keluarga, kekuasaan, dan masa lalu yang tersembunyi, membangun ikatan emosional dengan para tokoh.
Meskipun demikian, beberapa istilah budaya Jawa mungkin memerlukan penjelasan lebih lanjut bagi pembaca yang kurang akrab dengan budaya tersebut. Penggunaan catatan kaki untuk istilah-istilah ini akan sangat membantu pembaca yang ingin lebih mendalam tentang aspek budaya yang menjadi latar belakang cerita.
Awalnya, saya meragukan keputusan sang empu yang memberi nama anaknya "Kuda", namun keraguan itu cepat menghilang seiring dengan kemampuan Panji Sukma dalam mempersembahkan alur yang menarik. Dia menggabungkan unsur-unsur magis, politik, budaya, cinta, dan kekerabatan dengan apik, membentuk kisah yang mengalir seiring penceritaan maju mundur yang menegangkan. Melalui proses ini, kita pun dihadapkan pada teka-teki tentang nasib karakter-karakter yang penuh daya tarik. Sang penulis berhasil menggali esensi keluarga, kekuasaan, dan masa lalu yang tersembunyi, membangun ikatan emosional dengan para tokoh.
Meskipun demikian, beberapa istilah budaya Jawa mungkin memerlukan penjelasan lebih lanjut bagi pembaca yang kurang akrab dengan budaya tersebut. Penggunaan catatan kaki untuk istilah-istilah ini akan sangat membantu pembaca yang ingin lebih mendalam tentang aspek budaya yang menjadi latar belakang cerita.
"Seketika itu Empu Manyu sadar, untuk membantai, manusia tidak butuh keris maupun tombak maupun senjata tajam, cukup dengan dendam dan kebencian.”
Kutipan ini membawa kita pada refleksi mendalam tentang dampak dendam dan kebencian yang dapat melampaui kekuatan senjata. Dalam dunia yang dipenuhi intrik dan pertarungan hati, kutipan ini menggambarkan kebenaran tak terbantahkan: kadang-kadang, dendam mengandung potensi yang jauh lebih mematikan daripada benda tajam, dan setiap langkah dapat menjadi ancaman yang tak terduga.
Secara keseluruhan, Kuda adalah perjalanan yang memikat, mengajak kita untuk merenung tentang politik, budaya, dan cinta dalam dimensi yang sama-sama memukau. Keterampilan Panji Sukma dalam menggabungkan elemen-elemen ini membuat buku ini menjadi pilihan yang cocok untuk dibaca dalam satu waktu. Bagi mereka yang mencari cerita dengan nuansa Indonesia yang kental, Kuda adalah pilihan yang patut diperhitungkan.