Scan barcode
A review by clavishorti
Ganjil-Genap by Almira Bastari
adventurous
challenging
emotional
funny
reflective
sad
slow-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
2.0
Setelah tiga belas tahun berpacaran, Gala harus menghadapi kenyataan pahit: diputuskan. Kehidupan jomblo yang mendadak dihiasi dengan kompleksitas ketika adiknya menentukan waktu pernikahan dengan cepat. Gala bertekad keras untuk tidak menjadi lajang di usia tiga puluh, dan bersama ketiga sahabatnya—Nandi, Sydney, dan Detira—mereka menyusun strategi pencarian jodoh yang tak terbayangkan. Dari darat hingga laut, mereka menjelajahi segala cara untuk menemukan pria idaman dan mengisi hari-hari Gala. Tantangan apa yang akan mereka hadapi dalam perjalanan mencari cinta yang baru untuk Gala?
Dalam menjelajahi halaman Ganjil-Genap karya Almira Bastari, sebagai buku kedua yang saya nikmati setelah Resign!, saya tak bisa mengabaikan kesamaan mencolok di antara keduanya. Cerita-cerita ini mengusung latar di Malaysia, menghadirkan karakter yang memiliki ikatan dengan keluarga Kerajaan Malaysia, dan menghadirkan sentuhan khas dengan penyebutan “The Cungpret”. Bahkan, tata letak buku dan kutipan dari The Cungpret di awal setiap bab terasa begitu serupa. Apakah kesamaan ini sengaja untuk menegaskan bahwa Resign! dan Ganjil-Genap masih bersatu dalam dunia yang sama? Meskipun begitu, saya tetap merasa bahwa sejumlah kesamaan ini dapat dikurangi tanpa merugikan esensi cerita.
Dalam perjalanan cerita, refleksi terhadap karakter-karakter dalam buku ini tak terelakkan. Terutama, karakter utama, Gala, menjadi fokus perhatian. Meskipun mendekati usia kepala tiga, penulis menggambarkan Gala sebagai sosok yang terkesan kekanak-kanakan, seolah-olah masih mencari identitas di usia dua puluhan. Penggambaran ini, pada pandangan saya, mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan ekspektasi usia dan kedewasaan seorang yang mendekati tiga puluh tahun.
Namun, mungkin ada alasan kuat yang mendasari keputusan penulis untuk menampilkan Gala dalam cahaya yang demikian. Apakah karakterisasi Gala yang terkesan kurang matang bermula dari kecenderungan bergelimang harta atau sikapnya yang kadang menyepelekan berbagai aspek kehidupan? Dalam melibatkan karakter utama, adakalanya ada kompleksitas yang belum terungkap sepenuhnya, dan mungkin ada lapisan-lapisan karakter Gala yang perlu dijelajahi lebih dalam. Lebih rinci dalam menjelaskan Gala dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam terkait dinamika karakter dalam Ganjil-Genap karya Almira Bastari.
Kemudian, karakter Aiman menonjol sebagai figur yang kontroversial. Tindakan menyentuh orang tanpa izin, kalimat meresahkan, bahkan insinuasi pelecehan seksual menciptakan citra tokoh yang menakutkan. Meskipun Gala beberapa kali mencoba menilai apakah itu pelecehan seksual, rasa ketidaknyamanan tetap menyelinap. Kekayaan, ketampanan, dan kecerdasan Aiman seolah menjadi lapisan pelindung yang membuat sebagian pembaca terlepas dari kesalahan tersebut. Bagaimana jika karakter Aiman dibuat sebaliknya? Apakah Gala dan pembaca akan merasa nyaman? Sebuah refleksi yang memperdalam kompleksitas hubungan antar karakter.
Salah satu hal yang saya apresiasi adalah akhir cerita yang realistis, yang meskipun mungkin menghadirkan ketidakpuasan terhadap plot, memberikan kepuasan pada akhirnya. Kompleksitas plot seringkali menciptakan perasaan ketidakpuasan, memudarkan kilau ekspektasi tinggi dan apresiasi mendalam terhadap gaya penulisan Almira Bastari. Dalam memahami karya ini, pengalaman membaca Resign! mengukir harapan yang mendalam, membuat antusiasme terhadap Ganjil-Genap seakan terangkat ke puncak yang sulit dijangkau.
Walaupun tertarik pada keindahan bahasa sejak Resign!, kenyataannya Ganjil-Genap tidak sepenuhnya menyampaikan daya tarik yang sebanding. Mungkin ini adalah tantangan bagi penulis untuk mengimbangi keberhasilan sebelumnya atau mungkin sebuah eksperimen kreatif yang mengeksplorasi wilayah baru.
Dengan demikian, harapan terhadap karya-karya berikutnya dari Almira Bastari tetap terbuka lebar. Keinginan untuk menyaksikan cerita yang lebih berbeda, kuat, dan mungkin lebih mendalam menjadi dorongan tak terelakkan. Meskipun Ganjil-Genap tidak sepenuhnya memuaskan, tetapi komitmen untuk menantikan setiap karya selanjutnya, dengan harapan mendapatkan pengalaman membaca yang lebih menggetarkan, tetap kokoh terjaga. Semoga Almira Bastari terus berkembang dan melahirkan kisah-kisah yang meresapi pikiran dan emosi pembaca dengan keindahan dan kekuatan naratif yang semakin tajam.
Dalam menjelajahi halaman Ganjil-Genap karya Almira Bastari, sebagai buku kedua yang saya nikmati setelah Resign!, saya tak bisa mengabaikan kesamaan mencolok di antara keduanya. Cerita-cerita ini mengusung latar di Malaysia, menghadirkan karakter yang memiliki ikatan dengan keluarga Kerajaan Malaysia, dan menghadirkan sentuhan khas dengan penyebutan “The Cungpret”. Bahkan, tata letak buku dan kutipan dari The Cungpret di awal setiap bab terasa begitu serupa. Apakah kesamaan ini sengaja untuk menegaskan bahwa Resign! dan Ganjil-Genap masih bersatu dalam dunia yang sama? Meskipun begitu, saya tetap merasa bahwa sejumlah kesamaan ini dapat dikurangi tanpa merugikan esensi cerita.
Namun, mungkin ada alasan kuat yang mendasari keputusan penulis untuk menampilkan Gala dalam cahaya yang demikian. Apakah karakterisasi Gala yang terkesan kurang matang bermula dari kecenderungan bergelimang harta atau sikapnya yang kadang menyepelekan berbagai aspek kehidupan? Dalam melibatkan karakter utama, adakalanya ada kompleksitas yang belum terungkap sepenuhnya, dan mungkin ada lapisan-lapisan karakter Gala yang perlu dijelajahi lebih dalam. Lebih rinci dalam menjelaskan Gala dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam terkait dinamika karakter dalam Ganjil-Genap karya Almira Bastari.
Kemudian, karakter Aiman menonjol sebagai figur yang kontroversial. Tindakan menyentuh orang tanpa izin, kalimat meresahkan, bahkan insinuasi pelecehan seksual menciptakan citra tokoh yang menakutkan. Meskipun Gala beberapa kali mencoba menilai apakah itu pelecehan seksual, rasa ketidaknyamanan tetap menyelinap. Kekayaan, ketampanan, dan kecerdasan Aiman seolah menjadi lapisan pelindung yang membuat sebagian pembaca terlepas dari kesalahan tersebut. Bagaimana jika karakter Aiman dibuat sebaliknya? Apakah Gala dan pembaca akan merasa nyaman? Sebuah refleksi yang memperdalam kompleksitas hubungan antar karakter.
Salah satu hal yang saya apresiasi adalah akhir cerita yang realistis, yang meskipun mungkin menghadirkan ketidakpuasan terhadap plot, memberikan kepuasan pada akhirnya. Kompleksitas plot seringkali menciptakan perasaan ketidakpuasan, memudarkan kilau ekspektasi tinggi dan apresiasi mendalam terhadap gaya penulisan Almira Bastari. Dalam memahami karya ini, pengalaman membaca Resign! mengukir harapan yang mendalam, membuat antusiasme terhadap Ganjil-Genap seakan terangkat ke puncak yang sulit dijangkau.
Walaupun tertarik pada keindahan bahasa sejak Resign!, kenyataannya Ganjil-Genap tidak sepenuhnya menyampaikan daya tarik yang sebanding. Mungkin ini adalah tantangan bagi penulis untuk mengimbangi keberhasilan sebelumnya atau mungkin sebuah eksperimen kreatif yang mengeksplorasi wilayah baru.
Dengan demikian, harapan terhadap karya-karya berikutnya dari Almira Bastari tetap terbuka lebar. Keinginan untuk menyaksikan cerita yang lebih berbeda, kuat, dan mungkin lebih mendalam menjadi dorongan tak terelakkan. Meskipun Ganjil-Genap tidak sepenuhnya memuaskan, tetapi komitmen untuk menantikan setiap karya selanjutnya, dengan harapan mendapatkan pengalaman membaca yang lebih menggetarkan, tetap kokoh terjaga. Semoga Almira Bastari terus berkembang dan melahirkan kisah-kisah yang meresapi pikiran dan emosi pembaca dengan keindahan dan kekuatan naratif yang semakin tajam.